Rabu, 16 September 2009

1. Komparasi siklus estrus
Siklus Estrus pada Kuda
Pubertas antara umur 10 dan 24 bulan, dengan rata-rata 18 bulan. Panjangnya siklus estrus antara permulaan suatu periode estrus sampai permulaan berikut nya pada kuda antara 7 sampai 124 hari. Lamanya estrus rata-rata 6 hari, tetapi dimungkinkan juga adanya variasi yang besar. 
 Periode birahi cenderung memendek dalam perubahan musim semi ke musim panas. Periode estrus yang terpendek nampak berkaitan dengan menaiknya fertilitas. Pada awal musim kawin, periode estrus cenderung tak teratur dan panjang, sering juga terjadi tanpa ovulasi.
 Fertilitas menaik selama estrus mencapai puncak dua hari sebelum estrus, kemudian menurun mendadak. Kuda dengan periode birahi satu sampai tiga hari hendaknya dikawinkan pada hari pertama. Kuda dengan periode yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari ketiga atau keempat dan lagi 48 sampai72 jam kemudian.
 Pada awal musim kawin, beberapa kuda memperlihatkan keinginan yang besar selama periode birahi yang panjang, tetapi tidak terjadi ovulasi. 




Siklus Estrus pada Sapi
pada sapi pubertas bervariasi menurut bangsa dan tingkat nutrisi. Sapi Holstein memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisi baik, dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, serta 72 minggu bila tingkat nutrisi rendah. 
 Panjang siklus estrus rata-rata 20 hari, dan 21 sampai 22 hari untuk sapi dewasa. Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki baik oleh betina lain atau pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18jam untuk sapi perah ataupun sapi pedaging dan sedikit lebih pendek untuk sapi heifer sekitar 12-24jam. Ovulasi normal terjadi kira-kira 10-15 jam setelah birahi. 
 Saat perkawinan. Konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam menjelang ovulasi. Disarankan bahwa spermatozoa harus hadir sekurangnya 6 jam di dalam uteruys sebelum mampu membuahi sebuah ovum. Perdarahan dari vulva sering terjadi pada heifer dan dewasa, satu sampai tiga hari setelah berakhirnya estrus. 
 Siklus Estrus pada Domba
Pubertas umunya terjadi pada musim gugur yang pertama pada umur sampai 12 bulan, bila domba itu menerima makana yang baik.
 Musim kawin. Domba merupakan hewan-hewan yang poliestrus musiman, dengan periode anestrus yang panjang, yang diikuti dengan suatu musim kawin yang bervariasi dari 1 sampai 20 hari siklus estrus yang berurutan. Panjang musim kawin berkaitan dengan keadaan iklim. 
 Panjangnya Siklus estrus. Lama siklus estrus rata-rata pada domba antara 16,5 dan 17,5 hari. Siklus yang terlalu panjang atau terlalau pendek cenderung terjadi selama awal atau akhir masa birahi, bukan pertengahan. Lama estrus rata-rata adalah sekitar 30jam dengan kisaran antara 3 sampai 84 jam.
 Siklus estrus pada Babi
Rata-rata siklus estrus pada babi sekitar 21 hari dengan kisaran 11 sampai 41 hari. Lamanya estrus dapat berkisar dari 15 sampai 96 jam: dengan rata-rata antara 40-46 jam. Estrus pertama setelah masa sapih umunya lebih panjang yaitu sekitar 65 jam. Dan terjadi 7 sampai 9 hari setelah penyapihan.

2. Perkembangan embrio
Pubertas
Pubertas adalah peroide saat organ reproduksi untuk pertama kalinya mulai berfungsi. Masak kelamin dalam pengertian ini berbeda dari satu spesies ke spesies yang lain. (Frandson, 1992)
 Tercapainya pubertas pada hewan agak berbeda karena pertumbuhan tubuh dan kelamin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah keturunan, iklim, social, dan makanan. (Soebadi, 1987)
 Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan gamet betina(ovum) yang terjadi dalam ovarium. Proses ini ditandai dengan adanya perubahan oogonium menjadi oosit, yang akan mengalami pemasakan sehingga menjadi ovum yang siap dibuahi. Selama perkembangan oosit, terjadi proses pembentukan kuning telur atau vitelus melalui proses vitelogenesis. Adanya timbunan vitelus dalam ovum (pada ooplasma) menyebabkan oosit bertambah besar. 
 Pada akhir oogenesis, oosit mengalami pembelahan meiosis atau sering disebut pembelahan pemasakan yang akan menghasilkan ovum haploid (n kromosom). Akan tetapi proses meiosis tersebut pada umumnya tidak berlangsung hingga tuntas dan berhenti pada meiosis tahap pertama. Proses penyelesaian pembelahan meiosis pada ovum akan terjadi jika ada rangsang berupa pemasukan sperma ke ovum. Pada saat inti sperma bertemu dengan inti
ovum, pembelahan meiosis tahap dua sudah berlangsung, sehingga ovum benar-benar telah menjadi ovum haploid dan telah siap dibuahi. (isnaeni,2006)
Ovulasi
 Ovulasi adalah proses terlepasnya sel ovum dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak. Waktu yang dibutuhkan oleh seluruh proses ovulasi tergantung pada lokasi sel telur dalam folikel. Waktu ovulasi akan singkat apabila sel telur berada di dasar folikel dan akan lama apabila sel telur berada dekat pada stigma yang menonjol dipermukaan ovarium ( Anonim, 2009 ).
Mekanisme terjadinya ovulasi :
a. Hormonal :
 Setelah folikel-folikel tumbuh karena pengaruh hormon FSH dari pituitari anterior,maka sel-sek folikel mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam dosis kecil akan menyebabkan terlepasnya hormon LH. Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar dan persobekan pada daerah stigma yang pucat karena daerah ini kurang memperoleh darah.
b. Neural :
 Rangsangan pada luar servik, baik pada saat kopulasi atau kawin buatan akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat yang akan diterima oleh hipotalamus. Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akan meningkat sehingga mengakibatkan ovulasi ( Anonim, 2009 ).
Dari sisa-sisa folikel yang telah mengalami ovulasi akan terbentuk bermacam-macam tenunan yaitu :
a. Korpus haemoragikum
 Setelah ovulasi akan diikuti pemberian darah yang lebih pada sisa-sisa folikel. Terjadi hipertropi dan hiperplasi pada tenunan sehingga tebentuk benda yang bulat menonjol dipermukaan ovarium,kenyal,dan berwarna merah
b. Korpus Luteum
 Sebagai akibat dari proses luteinasi dari korpus haemoragikum oleh pengaruh hormon LTH, terjadilah pertumbuhan lebih lanjut dari sel-sel tersebut. Tenenuan baru akan berubah warna menjadi kuning dan menghasilkan progesteron yang lama-lama akan tinggi pada puncak siklus birahi.
c. Korpus Albikansia
 Berhentinya aktivitas korpus luteum dalam menghasilkan progesteron akan menyebabkan degenerasi dari sel-selnya karena sudah tidak memperoleh suplai darah maka bentuknya menjadi sangat kecil dan berwarna pucat. Ovulasi pada sapi terjadi sekitar 10-12 jam setelah estrus berakhir. Adanya gangguan pada saat ovulasi dapat menyebabkan tidak terjadinya fertilisasi dan atau gangguan perkembangan embrio. Gangguan ovulasi dapat terjadi karena defisiensi atau ketidakseimbangan endokrin dan faktor mekanik ( Anonim, 2009 ).
 Fertilisasi
Fimbria pada margin infundibulum dari tuba uterin sangat erat dengan ovari dan pada saat ovulasi ovum masuk ke dalam infundibulum melalui tuba uterin. Ovum kemudian bergerak ke tuba uterin ke dalam uterus melalui kerja gabungna anatara silia dan permukaan mukosa dari sel-sel epitel dan kontraksi yang terjadi pada dinding muskular dari tuba uterin. Kontraski tersebut dipengaruhi oleh rasio antara hormon estrogen dan progesteron, kadar prostalglandin, dan derajat stimulasi tuba uterin oleh bagian simpatetik dari sistem saraf otonom.
 Segera setelah ovulasi, ovum didalam membran vitelin dikelilingi oleh suatu membran mukopolisakarida yang kuat, yaitu zona pelusida dan oleh sejumlah sel-sel granulosa yang membentuk korona radiata di luar zona pelusida.
Embriogenesis
 Zigot mulai menjalani pembelahan awal mitosis sampai beberapa kali. Sel-sel yang dihasilkan dari setiap pembelahan berukuran lebih kecil dari ukuran induknya, disebut blastomer. Sesudah 3-4 kali pembelahan : zigot memasuki tingkat 16 sel, disebut stadium morula (kira-kira pada hari ke-3 sampai ke-4 pascafertilisasi). Morula terdiri dari inner cell mass (kumpulan sel-sel di sebelah dalam, yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan embrio sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel di sebelah luar, yang akan tumbuh menjadi trofoblas sampai plasenta). Kira-kira pada hari ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan menembus zona pellucida, membentuk ruang antar sel. Ruang antar sel ini kemudian bersatu dan memenuhi sebagian besar massa zigot membentuk rongga blastokista. Inner cell mass tetap berkumpul di salah satu sisi, tetap berbatasan dengan lapisan sel luar. Pada stadium ini zigot disebut berada dalam stadium blastula atau pembentukan blastokista. Inner cell mass kemudian disebut sebagai embrioblas, dan outer cell mass kemudian disebut sebagai trofoblas ( Yosemite, 2009 ).
Kelahiran
 Parturisi merupakan suatu proses kelahiran. Di sini fetus bertanggung jawab terhadap inisiasi kelahiran, proses endokrin cukup berbeda dari satu spesies dengan yang lainnya, pada beberapa spesies proses tersebut belum secara rinci dapat dijelaskan. Peningkatan produksi kortisol fetus terjadi sebagai akibat dari perubahan dan kedewasaan aksi hipotalamus-pituitari-adrenal fetus. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh stress fetus yang berkembang karena plasenta tidak mampu lagi menyuplai kebutuhan untuk pertumbuhan dan tuntutan fetus
 ( Hary, 2009 ).
Kejadian endokrin yang mendahului kelahiran antara lain ; 
• Peningkatan produksi corticotropin–releasing hormone (CRH) oleh otak fetus.
• Peningakatan produksi hormonr adenocrticotropic (ACTH) oleh glandula pituitari anterior fetus.
• Peningkatan produksi kortisol oleh galndula adrtenal fetus
• Perubahamn plasenta progerteron ke estrogen
• Estrogen menstimuli myometrium untuk memproduksi prostlagladin F2a (PGF2a) dan juga menyebabkan relaksasi cervix
• PGF2a menyebabkan kontraksi myometrium yang akan menyebabkan tekan intra uterin dan memndorong fetus ke arah cervic.
• Oksitosin akan dikeluarkan oleh galandula pituitari posterior induk dan fetus memacu dilatasi cervic.
• Oksitocin menyebabakn kontrakasi myometrium. 
 Hormon peptida relaxin diproduksi oleh plasenta atau oleh maternal korpus luteum pada kebuntingan awal. Relaxin juga berperan pada relaksasi maternal cervix menjelang kelahiran dan mempengaruhi efisiensi kontraksi myometrium ( Hary, 2009 ).
Menjelang kelahiran
 Tanda-tanda mendekati kelahiran dapat diperhatikan selama akhir bulan kebuntingan, tanda- tanda tersebut antara lain : 
• Rotasi posisi lahir
 Selama kebuntingan, fetus akan rebah pada punggung dengan kaki menghadap ke atas. Sesudah rotasi ke posisi lahir, fetus akan rebah pada thorax atau abdomen dengan kaki depan ke diposisikan pada ujung kornu dekat cervix dan hidungnya terletak di antara kaki depan. Dengan posisi ini, kelahiran lebih mudah. 
• Perubahan gl.mammae
 Pertumbuhan gl.mammae dapat terlihat selama akhir kebuntingan. Ini disebabkan oleh kerjasama estrogen dan progesteron yang merangsang perkembangan duktus-duktus dan jaringan-jaringan sekresi gld.mammae. Mendekati kelahiran gl.mammae akan membesar dan berisi air susu. Sintesis susu merupakan fungsi prolactin dalam kerjasamanya dengan hormon lain. Ketika oxytocin dilepaskan selama kelahiran, terjadilah milk let down sehingga menyebabkan air susu keluar dari puting susu ( Hary, 2009 ).
• Perubahan lain
 Makin mendekati kelahiran maka Relaxin bekerjasama dengan estrogen yang akan menyebabkan relaksasi ligamentum pelvis dan perluasan saluran cervix. Relaksasi lig pelvis di sekitar pangkal ekor akan menyebabkan pangkal ekor lebih menonjol. Vulva menjadi lunak dan membengkak. Mukus terlihat seperti leleran dari vulva ketika estrogen menyebabkan sel2 epithel cervix mensekresikan mukus baru, sehingga mencairkan sumbat mukus. Domba akan mencoba meninggalkan kelompoknya. Domba akan mencari tempat sembunyi selama kelahiran ( Hary, 2009 ).
Stadium-stadium pada kelahiran :
Tahap pertama kelahiran
 Tahap ini dipercya berlangsung selama 6-12 jam. Domba betina akan memisahkan diri dari kelompoknya dan terlihat gelidah dan mencakar tanah. Beberapa domba betina tidak menunjukkan tanda apapun pada tahap pertama kelahiran.
Tahap kedua kelahiran
 Tahap ini berlangsung ½-1 jam dan mungkin sedikit lebih lama pada domba betina yang baru pertama kali melahirkan. Mayoritas anak domba memasuki saluran peranakan pada presentasi longitudinal anterior dengfan postur yang sama seperti anak sapi. Beberapa anak domba lahir dengan presentasi posteriore dengan kaki-kaki belakang yang menjulur memasuki saluran peranakan. Anak domba yang kecil pada presentasi anterior kadang-kadang dapat lahir dengan satu kaki depan pada fleksi bahu. Normalnya domba betina akan berbaring untuk melahirkan, mengejan dengan kuat dan menengadahkan kepalanya ke atas dan mengembik. Banyak domba betina memilih berbaring dengan posisi belakangnya. Melawan tembok atau pagar selama melahirkan.tahap kedua diulangi sewaktu anak domba berikutnya lahir. Kira-kira 50% anak domba terlahir dengan amnion utuh ( Hary, 2009 ).
Tahap ketiga kelahiran 
Plasenta normalnya lepas dalam waktu 3-4 jam setelah kemahiran anak domba yang terakhir.
Proses Kelahiran
Inisiasi hormon
 Pola hormon selama bagian akhir kebuntingan mengatur stadium kelahiran. Kadar estrogen, progesteron, dan relaksin terlihat tinggi sehingga dapat diketahui bahwa mekanisme yang menginisiasi kelahiran adalah pelepasan cortisol oleh fetus. Kenaikan cortisol menyebabkan produksi dan pelepasan yang lebih besar dari estrogen oleh plasenta yang menginisiasi pelepasan PGF2a dari uterusPGF2a yang menyebabkan regresi CL dan turunnya progesteron. Plasenta merupakan sumber utama Progesteron pada domba selama 2/5 akhir kebuntingan ( Hary, 2009 ).
 Tampaknya kenaikan cortisol fetus menyebabkan perubahan dalam enzim plasenta yang menghasilkan konversi Progesteron menjadi Estrogen. Estrogen plasenta menyebabkan pelepasan PGF2a dari uterus domba tetapi penurunan progesteron terlihat sebelum kenaikan PGF2a. 
 Oxytocin terlepas ketika gerakan fetus merangang syaraf sensoris cervix dan vagina. Konsenjtrasi Oxytocin yang tertinggi terlihat selama pengeluaran fetus. Lonjakan kecil terlihat selama pengeluaran plasenta Pelepasan PGF2a yang lebih besar disebabkan oleh oxytocin. Suatu peningkatan cortisol induk menjelang kelahiran mungkin disebabkan oleh stres parturisi dan tidak terlibat dalam regulasi parturisi. Lonjakan prolactin terkait dengan sintesis susu dan bukan dengan parturisi. 
Kejadian fisiologis utama dalam parturisi :
Dilatasi cervix untuk lintasan fetus
 Inisiasi dilatasi cervix disebabkan oleh relaxin yang bekerja sama dengan estrogen yang meningkat. Kerjasama hormon-hormon ini melunakkan cervix dan menyebabkan sel-sel epithelnya mensekresikan mukus. Dilatasi selanjutnya terjadi ketika kontraksi uterus mendorong allanto-chorion dan kemdian amnion ke arah cervix. Allanto-chorion mungkin pecah selama proses ini. Amnion biasanya tidak pecah sampai fetus memasuki cervix ( Hary, 2009 ).
 Sejumlah faktor ikut dalam inisiasi dan kontinuasi kontraksi uterus yang terjadi bersamaan dengan dilatasi cervix dan kemudian melanjut selama beberapa jam sesudah pengeluaran fetus.
Progerteron yg rendah, kemudian estrogen yg meningkat menyebakan hilangnya hambatan teerhadap kontraksi dari myometrium dan membuatnya lebih aktif terhadap agenagen yang sifatnya merangsang. Kontraksi uterus yg mengeluarkan fetus dan plasenta ( Hary, 2009 ).
 Kontraksi awal uterus mungkin disebabkan oleh PGF2a ketika dilepas dari endometrium dengan naiknya estrogen. Kontraksi awal ini lemah, ireguler, terjadi kira2 dengan interval 15 menit Ketika fetus terdorong ke dalam cervix rangsangan syaraf sensoris menyebabkan pelepasan oxytoxin dari hipofisis posterior.
 Meningkatnya pelepasan oxytocin ini disertai oleh pelepasan PGF2a yg lebih besar. Oxytoxin bekerja langsung pada myometrium atau secara tidak langsung lewat rangsangan pelepasan PGF2a yang lebih besar, menyebabkan kontraksi uterus akan lebih kuat, lebih ritmik dan lebih frekuen PGF2a dan Oxytoxin mencapai puncak selama pelepasan fetus
 Mortalitas fetus disebabkan oleh anoxia mungkin faktor lain yang menyebabkan kontraksi labih kuat mendekati berakhirnya stadium ketika fetus dikeluarkan. Ketika uterus berkontraksi menyebabkan berkurangnya aliran darah ke fetus, suplai oksigen menipis, yang menyebabkan meningkatnya aktivitas yang terkait dengan anoxia. Gerakan mekanik dari fetus yang mendorong ke arah kontraksi uterus menyebabkan kontraksi lebih kuat.
 Sesaat seblum pengeluaran fetus, kontraksi uetrus menjadi reguler, kuat dan frekuen, yang terjadi kira2 dengan interval 2 menit yang berlangsung selama kira2 1 menit. Kontraksi otot abdomen akan membantu akhir pengeluaran fetus.
 Sesudah pengeluaran fetus kontraksi uterus berkurang. Pengurangan ini akan menlanjut selama 1-2 hari. Kontraksi yg kontinyu bertanggung jawab untuk pengeluaran membran plasenta maupun cairan dan fragmen-fragmen jaringan plasenta yang masih tinggal dalam uterus. Lonjakan oxytosin kedua terkait dengan pengeluaran plasenta ( Murti, 2009 ).

3. Lama kebuntingan
Hewan Hari Hewan Hari
Kuda 340 Gajah 90
Lembu 284 Unta 52
Babi 116 Kerbau 46
Keledai 365 Kera 30
Kambing 154 Domba 21-22
Kelinci 30 Marmut 8-9
Anjing 60  
Kucing 65  
  ( Mukayat, 1994)
4. Gangguan 
Brucellosis
 Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus (Anonim, 1978). Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan
Camphylobacteriosis
 Camphylobacteriosis yang disebabkan oleh Camphylobakter foetus veneralis (dahulu disebut Vibrio fetus veneralis) adalah salah satu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan. Umumnya ditemukan kematian embrio dini atau abortus pada bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Toelihere, 1985).
Aspergillosis
 Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun, akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).
 Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).
Gangguan ovulasi dapat berupa ovulasi tertunda, anovulasi dan sista folikuler.
Ovulasi tertunda (Delayed ovulation)
 Ovulasi tertunda merupakan salah satu penyebab infertilitas. Kejadian ini dapat menyebebkan perkawinan atau IB tidak tepat waktu sehingga fertilisasi tidak terjadi dan akhirnya kegagalan kebuntingan. Penyebab ovulasi tertunda bisa karena rendahnya kadar LH dalam darah atau karena diperpanjangnya masa folikuler. Diagnosis dapat dilakukan secara per rektal folikelnya yaitu 24-36 jam setelah estrus berakhir. Gejala yang tampak pada kasus ini adalah terjadinya kawin berulang. Terapi dapat dilakukan dengan injesi GnRH (100-250 mikrogram Gonadorelin) saat IB atau pemberian hCG( Admin, 2008 ).
Sista Ovaria
 Ovaria dikatakan sistik bila mengandung satu atau lebih struktur yang berisi cairan dan lebih besar dibanding folikel yang masak. Adanya sista tersebut menyebabkan folikel de graf tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi dan atresia atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan memetap paling sedikit 10 hari ( Admin, 2008 ).
Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau nimfomania. Sista ovaria merupakan salah satu penyebab infertilitas. Faktor predeposisinya adalah herediter dan diet. Penyebab sista ovaria adalah gangguan ovulasi dan endokrin. Terapinya dapat dengan LH/HCG, GnRH, PGF2α ( Admin, 2008 ).
Berdasarkan kejadiannya sista ovaria dibagi menjadi sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
Anovulasi
 Sering dikaitkan dengan true anestrus, namun estrus dapat terjadi tetapi folikel mengalami regresi atau atresia. Juga sering terjadi pada sapi setelah partus, dimana ada aktivitas ovarium yang ditandai dengan adanya estrus namun lemah karena folikel tidak berkembang secara maksimum dan hilang (anestrus) karena folikel mengalami regresi. Tidak berkembangnya folikel sampai masak dan tidak terjadinya ovulasi mungkin disebabkan karena rendahnya kadar hormone FSH dan LH. Kadang folikel tidak regresi dan mencapai ukuran 2-2,5 cm, tapi dindingnya mengalami luteinisasi sehingga mirip dengan korpus luteum atau folikel berkembang menjadi folikel de graf tetapi gagal ovulasi karena gangguan pelepasan hormone gonadotropin. Gejala klinis dalam kasus ini adanya estrus kembali setelah perkawinan atau adanya kawin berulang. Pada pemeriksaan per rectal terhadap ovarium teraba rounded atau halus, tidak ada fluktuasi, solid seperti korpus luteum. Terapi menggunakan HCG atau GnRH ( Admin, 2008 ).
Epizootic Bovine Abortion (EBA)
 Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006).
Parasit
Epizootic Bovine Abortion (EBA)
 Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).
 Bakteri yang menyebabkan pregnancy loss jarang sekali dilaporkan terjadi pada kucing. Contohnya pada kasus distokia dan stillbirth pada anak kucing biasanya disebabkan karena adanya asosiasi antara kondisi lingkungan dengan kontaminasi dari Salmonella typhimurium, yang berasal dari pakan kasar untuk semua kucing di tempatnya [31]. Kemudian pada kasus yang lain, percobaan dengan menggunakan infeksi dari Bartonella henselae akan menyebabkan terjadinya sub-fertilitas pada induk kucing, akan tetapi bakteri tidak menular lewat kopulasi, tranplasenta atau lewat colostrum dan susu ( Jogjavet, 2009 ).











DAFTAR PUSTAKA
1. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM Press
2. Partodiharjo, Soebardi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya
3. Wildan, Yatim. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito
4. Mukayat, Djarubito. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta :Erlangga
5. Wiwi, Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius
6. Yosemite.2009.http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklob6.html
7. HaryMurtiLastiko.2009.http://akar-bambu.blogspot.com/2009/01/proses-partus-pada-domba.html
8. Jogjavet.2009.http://jogjavet.wordpress.com/2008/03/18/kebuntingan-pada-kucing/
1. struktur jamur dan bakteri
 struktur jamur 
pada umumnya, sel khamir lebih besar daripada kebanyakan bakteri, tetapi khamir paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar. Khamir sangat beragam ukurannya, berkisar antara 1 sampai 5 um, lebarnya dab panjangnya dari 5 sampai 30um atau lebih. Biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas. Khamir tidak dilengkapi flagelum atau organ-organ penggerak lainnya.
   
 Tubuh atau talus, suatu kapang pada dasarnya terdiri dari dua bagian: miselium dan spora (sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan bebrapa filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10 um. Di sepanjang setiap hifa tedapat sitoplasma.
 Ada tiga macam morfologi hifa:
a. Aseptat atau senosit. Hifa seperti ini tidak mempunyai dinding sekat
b. Septat dengan sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel berisi nkleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori di tengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang lainnya.
c. Septat dengan sel multinukleat.
 struktur bakteri
 (wikipedia, 2009)
struktur di luar dinding sel
a. Flagelum
flagelum menyebabkan motilitas(pergerakan) pada sel bakteri. Flagelum terdiri dari tiga bagian : tubuh dasar, struktur seperti kait dan sehelai filamen panjang di luar dinding sel. Flagelum dibuat dari subunit-subunit protein. Flagela adalah struktur kompleks yang tersusun atas bermacam-macam protein termasuk flagelin yang membuat flagela berbentuk seperti tabung cambuk dan protein kompleks yang memanjangkan dinding sel dan membran sel untuk membentuk motor yang menyebabkan flagela berotasi. Flagela berbentuk seperti cambuk. Flagela digunakan bakteri sebagai alat gerak. Bentuk yang umum dijumpai meliputi:
Monotrik - Flagela tunggal ditemukan di satu tempat di sekitar sel
Peritrik - Banyak flagela ditemukan di beberapa tempat di sekitar sel
Amfitrik - Banyak flagela ditemukan pada kedua kutub sel
Lofotrik - Flagela ditemukan pada salah satu kutub
  (wikipedia,2009)
b. Pilli ( fimbriae)
Fimbria adalah tabung protein yang menonjol dari membran pada banyak spesies dari 
Proteobacteria. Fimbria umumnya pendek dan terdapat banyak di seluruh permukaan sel bakteri. Struktur pili mirip dengan fimbria dan ada di permukaan sel bakteri namun tidak banyak. Pili berperan dalam konjugasi bakteri.
c. kapsul 
kapsul adalah bagian asesori dari bakteri berfungsi melindungi bakteri dari suhu atau 
kondisi lingkungan yang ekstrim
d. dinding sel
Fungsi dinding sel pada prokaryota, adalah melindungi sel dari tekanan turgor yang 
disebabkan tingginya konsentrasi protein dan molekul lainnya dalam tubuh sel dibandingkan dengan lingkungan di luarnya. Dinding sel bakteri berbeda dari organisme lain. Dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan yang terletak di luar membran sitoplasmik. Peptidoglikan berperan dalam kekerasan dan memberikan bentuk sel. Ada dua tipe utama bakteri berdasarkan kandungan peptidoglikan dinding selnya yaitu Gram positif dan Gram negatif(anonim b, 2009).
e. membran sitoplasma
f. spora

2. reproduksi jamur
bagian terbesar suatu kapang secara potensila mampu untuk tumbuh dan berkembangbiak. Inokulasi fragmen yang kecil sekali pada medium sudah cukup untuk memulai individu baru. Hal ini diperoleh dengan menanamkan inokulum pada medium segar dengan bantuna jarum transfer, suatu cara yang serupa dengan yang digunakan untuk bakteri.
 Secara alamiah cendawan berkembang biak dengan berbagai cara, baik secara aseksual dengan pembelahan, penguncupan atau pembentukan spora, dapat pula secara seksual dengan peleburan nukleus dari dua sel induknya. Pada pembelaha, suatu sel membagi diri untuk membentuk dua sel anak yang serupa. Pada penguncupan, suatu sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya.
 Spora aseksual, yang berfungsi untuk menybarkan spesies dibentuk dalam jumlah besar. Ada banyak macam spora aseksual.
a. Konidiospora atau konidium. Konidium yang kecil dan bersel satu disebut mikrokonidium. Konidium yang besar lagi bersel banyak dinamakan makrokonidium. Konidium dibentuk di ujung atau di sisi suatu hifa.
b. Sporangiospora. Spora bersel satu ini terbentuk di dalam kantung yang disebut sporangium di ujung hifa khusus (sporangiofor). Aplanospora ialah sporangiospra nonmotil. Zoospora ialah sporangiospora yang motil, motilitasnya disebabkan oleh adanya flagelum.
c. Oidium atau artrospora. Spora bersel satu ini terbentuk karena terputusnya sel-sel hifa.
d. Klamidospora. Spora bersel satu yang berdinding tebal ini sangat resisten \terhadap keadaan yang buruk, terbentuk dari sel-sel hifa somatik.
e. Blastopsora. Tunas atau kuncup pada sel-sel kamir disebut blastospora.
Spora seksual, yang dihasilkan dari peleburan dua nukleus terbentuk lebih jarang 
terbentuk kemudian dan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan spora aseksual. Ada beberapa tipe spora seksual :
a. Askospora. Spora besel satu ini terbentuk di dalam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askopsora di dalam setiap askus.
b. Basidiospora. Spora bersel satu ini terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang dinamakan basidium.
c. Zigospora. Zigospora adalah spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi, disebut juga gametangia
d. Oospora. Spora ini terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut ooginium. Pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dlama anteredium menghasilkan oospora. Dalam setap oogonium dapat ada satu atau beberapa oosfer(Michael, 1986).

3. Penicilium
Sejak pertama kali diteliti oleh Fleming pada tahun 1929 melalui koloni stafilokokus yang terkontaminasi Penisilium, penisilin menjadi antibiotika pertama yang digunakan dalam klinik secara luas. Batas antara dosis terapi dan dosis toksik sangat lebar, sehingga relatif aman dibanding antibiotika yang lain. Penisilin kurang poten terhadap bakteri gram negatif, dan sebagian besar dirusak oleh beta-laktamase (penisilinase). Beta-laktamase biasanya dihasilkan oleh Stafilokokus aureus, beberapa E. coli, Proteus mirabilis, dan Pseudomonas aeruginosa.
Secara umum penisilin didistribusikan dengan baik ke seluruh bagian tubuh, mencapai kadar terapetik di pleura, peritoneal, abses, dan cairan sinovial. Distribusi ke mata dan otak relatif sedikit, sedangkan kadarnya di urin cukup tinggi. Kadar penisilin di cairan serebrospinal kurang dari 1% dari nilai plasma pada kondisi meninges yang tidak inflamasi, dan kadar ini meningkat hinggga 5% kadar dalam plasma, selama proses inflamasi.
Pengelompokan penisilin
a. Berdasarkan aksinya:
Aktif terhadap Gram (+), dirusak oleh beta-laktamase, misal: penisilin G
Relatif stabil terhadap asam lambung sehingga dapat diberikan dalam bentuk oral, misal: penisilin V, ampisilin, kloksasilin
Aktif terhadap Gram (+), resisten terhadap stafilokokus penghasil beta-laktamase, misal: metisilin, nafsilin
Relatif aktif terhadap Gram (+) & (-), dirusak oleh beta-laktamase, misal: tikarsilin, karbenisilin
b. Berdasarkan spektrum antibakteri:
Narrow spectrum, sensitif terhadap beta-laktamase misal: penisilin G (bensil-penisilin), benzatin penisilin, prokain penisilin, penisilin V (fenoksimetil-penisilin)
Narrow spectrum, resisten terhadap beta-laktamase misal: metisilin, oksasilin, nafsilin, kloksasilin, dikloksasin
Broad spectrum, aminopenisilin misal: ampisilin, amoksisilin
Extended spectrum, antipseudomonas, misal: karbenisilin, tikarsilin, piperasilin
Mekanisme aksi
Penisilin bersifat bakterisidal, dengan efek utama menghambat sintesis dinding sel bakteri yang sedang aktif membelah, sehingga dinding sel menjadi lemah, lisis, dan menyebabkan kematian bakteri


PENISILIN G DAN V
Penisilin G tidak stabil dalam kondisi asam dan secara cepat terhidrolisis di dalam lambung yang berisi makanan. Penisilin yang tidak dapat terabsorpsi ini akan dirusak oleh bakteri dalam colon. Oleh sebab itu penisilin G hanya dapat diberikan per parenteral. Sebaliknya, penisilin V tahan dalam suasana asam dan diabsorpsi dengan baik di lambung, meskipun terdapat makanan di dalamnya.
Setelah pemberian injeksi i.m, kadar puncak penisilin-G dicapai dalam waktu 15-30 menit tetapi segera turun karena obat secara cepat dieliminasi melalui ginjal. Waktu paruh (t 1/2 ) sekitar 30 menit. Penisilin-prokain merupakan campuran equimolar antara penisilin dengan prokain. Dalam bentuk ini kadar puncak tertunda hingga 1-3 jam.
Kadar penisilin-G dalam serum dan jaringan masih tetap ada hingga 12 jam pada pemberian 300.000 unit dan hingga bebeerapa hari pada pemberian 2,4 juta unit.
Benzatin penisilin merupakan kombinasi antara 1 mol penisilin dan 2 mol basa amonium, yang kadarnya masih tetap dapat terdeteksi dalam plasma hingga 15-30 hari.
Penisilin G didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dengan volume distribusi yang ekuivalen dengan yang terdapat dalam cairan ekstraseluler. Sekitar 10% dari penisilin-G dieliminasi melalui filtrasi glomeruler sedangkan yang 90% via sekresi tubuler.
Ekskresi penisilin dapat dicegah oleh adanya probenesid, sehingga dapat memperpanjang waktu paruhnya. Eliminasi renal penisilin (anonym a, 2009)

4. metabolisme jamur dan bakteri
 metabolisme jamur
Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Clntuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. 


a. Parasit obligat 
merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS). 
b. Parasit fakultatif 
adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok. 
c. Saprofit 
merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluar-kan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga
mudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahanbahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel: sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada pula dengan cara generatif(anonim d, 2009).

 metabolisme bakteri
Metabolisma didefinisikan sebagai semua reaksi kimia yang terjadi dalam sel.Metabolisma terdiri dari dua proses yang berlawanan yang terja secara simultan.Reaksi tersebut adalah:
1. Sintesis protoplasma dan penggunaan energi yang disebut sebagai Anabolisma.
2. Oksidasi subsstrat diiringi dengan terbentuknya energi disebur dengan Katabolisma.
 Melalui proses Oksidasi-reduksi. Oksidasi adalah proses pelepasan elektron sedang reduksi adalah proses penangkapan elektron. Karena elektron tidak dapat berada dalam bentuk bebas, maka setiap reaksi oksidasi selalu diiringi oleh reaksireduksi. Hasil dari reaksi oksidasi dapat terbentuknya energi.

Fosforilasi Oksidatif
Pada umumnya reaksi oksidasi secara biologi dikatalisis oleh enzim dehidrogenase. Enzim tersebut mentransfer elektron dan proton yang dibebaskankepada aseptor elektron intermedier seperti NAD+ dan NADP+ untuk dibentuk menjadi NADH dan NADPH. Fosforilasi oksidasi terjadi pada saat elektron yang mengandung energi tinggi tersebut ditranfer ke dalam serangkain transpor elektron sampai akhirnya di tangkap oleh oksingen atau oksidan anorganik lainnya sehingga oksigen akan tereduksi menjadi H2O.
1. Tranfer elektron menuju oksigen melalui berbagai caier seperti flavoprotein,quinon maupun citekrom.
2. Adanya tranfer elektron ini mengakibatkan aliran proton (H+)dari sitoplasma ke luar sel. Jadi arah aliran adalah dari dalam ke luar. Hal ini akan menimbulkan peredaan konsentrasi proton atau dikenal dengan gradien pH.
3. PH pada umunnya 7,5. Gradien pH terjadi jika pH di luar sel lebih kecil dari 7,5. Selanjutnya gradien pH bersama dengan potensial membenukprotonmotive force.Kekuatan (protonmotive force) inilah yang menarikproton dari luar sel kembali ke dalam sel. Bersamaan dengan masuknyakembali proton tadi terbentuk energi yang digunakan untuk berbagai aktifitas sel.
4. Para menbran terdapat enzim spesifik disebut dengan ATPase. Energiyang di sebabkan pada saat masuknya kembali proton tadi akandigunakan oleh ATPase untuk forforilasi ADP menjadi ATP. Energi ini disimpan dalam bentuk ikatan fosfat yang selanjutnya dapat di gunakanuntuk aktifitas sel. Reaksinya adalah:
Adenosin -P ~ P + Pi. ……energi…… Adenosin- P~ P~ P
Fotosintesis ada 2 macam
1. Fotosintesis tipe Cynobacteria. Fotosintesis tipe ini sama dengan fotosintesis yang terjadi pada tanaman tingkat tinggi dengan keseluruhan reaksi adalah. 
  CO2 + 2H2O ……sinar matahari…… H2O + [ CH2o ]n + O2 klorofil dimana pada sistem fotosintesis ini terdapat 2 fotosistem yaitu fotosistem (PS) Idan II. Aliran elektron dari PS II ke PS I selanjutnya mengubah NADP+ menjadi NADPH. Aliran eletktron yang demikian dikatakan noncyelic phosphorilation.
2. Fotosintesis tipe Noncyanobacteria.
Kelompok bakteri ini tidak memiliki fotosistim II untuk menfotolisis H2O. Dengan demi kian bakteri ini tidak pernah menggunakan air sebagai reduktan sehingga oksigen tidak pernah di hasilkan dari fotosintesis. Fotosintesis yang demikian berlangsung dalam keadaan anaerob, sehingga dikenal dengan fotosintesis anaerob. Jadi organisma ini memerlukan suplai senyawa organik sebagai donor hidrogennya Berdasarkan tipe pada reduktan dan pigmen fotosintesisnya kelompok bakteri inidapat di bagi menjadi 3 family yaitu Chlorobiceae,Ceomaticeae, dan rhodospirillaceae.
1. Chlorobiceae.
Disebut juga dengan green-sulfur bacteria. Bacteri ini juga di gunakan hidrogen dan beberapa senyawa mengandung sulfat sebagai reduktanya.
2. Chromaticeae.
Pada prinsipnya sama dengan Chomaticeae tetapi pigmen yang dimilikinya tidak hijau melainkan merah- jingga disebut dengan purle- surful- bacteria.
3. Rhodospirillaceae.
Bakteri ini menggunakan hidrogen dan berbagai senyawa organik sebagai reduktan . contoh: Rhodospirillum, Rhodopseudomonas.Chemotrofik atau Autotrofik Organisme
Seperti halnya organisme fotosintetik, kelompok bacteri ini menggunakan CO2 sebagai sumber korban. Akan tetapi untuk mengubah CO2 menjadi material sel diperlukan energi dan NADPH. Pada bakteri fotosintetik energi dan NADPH ini diperoleh dari sinar matahari, akan tetapi pada organisma kemoutotrofdiperoleh dari oksidasi senyawa kimia. Jadi proses pengangkapan energi sama dengan yang terjadi pada fosforilasi oksidatif dimana elektron yang dihasilkan dari oksodasi sulfut, amino dan lain-lain di transfer melalui serangkaian stanspor elektron yang menyebabkan keluarnya proton dari sel. Potensial pH yang terjadi dikonversi didalam ikatan fosfat yang mengandung energi yang tinggi dada saat proton tersebut masuk kembali kembali kedalam sel melalui chanel proton. Setelah ATP termasuk, pola biosintesis dalam sel analog dengan organisme fotosintesis.
METABOLISMA HETEROTROF
Sebagian besar bakteri kehilangan kemampuan untuk mensintesis protoplasma dari senyawa-senyawa anorganik sehingga bergantung sepenuhnya pada senyawa organik sehingga sebagai makanannya. Organisme yang demikian disebut dengan heterotrof yang artinya ‘ nourish by other, atau makanan disediakan oleh organisme lain, dan tipe nutrisinya di sebut heterotrofik. Akan tetapi perlu diingat bahwa batasan ini sebenarnya tidak begitu tegas. Dan adabeberapa mikroorganisma heterotrof membutuhkan senyawa organik lebih banyak di bandingkan dengan organisme lain. Berdasarkan sumber korban dan energinya, mikroorganisme dikelompokkan sebagai berikut
Fermentasi adalah proses yang berlangsung adalam keadaan anaaerob, dimana dalam proses ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang dikatalisis oleh enzim yang terdapat dalam membran sel. Dalam hal ini elektron dan proton distranfer langsung dari senyawa yang oksidasi menuju senyawa organik intermediet yang lain yang akhirnya membentuk produk fermentasi yang stabil. Oleh karena itu pada proses fermentasi terjadi akumulasi produk yang organisme tidak mampu mengoksidasi oleh lanjut.
FERMENTASI
Selama fermentasi produk intermediet yang terbentuk dari katabolisme senyawa organik seperti glukosa berperan sebagai aseptor elektron terakhir menyebabkan terbentuknya senyawa produk akhir fermentasi yang stabil. Sebagai contoh, pada umumnya mikroorganisme mengubah guka menjadi asam piruvat. Dalam hal ini juga membentuk NHDA dan harus melepaskan elektronnya kepada aseptor jika organisme melakukan metabolisme lebih lanjut. Hal ini dipenuhi dengan cara menggunakan asam pirauvat atau beberapa produk dari asam piruvat sebagai aseptor elekktron terakhir. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : dengan tidak adanya transfor ewlektron selqma permentasi ikatan fosfat berenergi tinggi tidak terbentuk melalui fosfolirasi oksidatif melainkan proses yang disebut dengan fosfolirasi subsrat. Dalam hal ini senyawa intermediate diokasidasi, energi yang dilepaskan dikonversi langsung kedalam ikatan yang mengandung energi tinggi. 
1. Fermentasi Asam homolaktat
2. Fermentasi Alkohol
3. Fermentasi Asam Campuran
4. Fermentasi butylen-glikol
5. Fermentasi Asam propionat
6. Fermentasi Asam Butirat, butanol, dan aseton
Nitrat Reduser
Kebanyakan mikroorganisma yang dapat menggunakan nitrat sebagai aseptor elektron terakhir adapat dikatakan sebagai fakultatif. Jadi dalam keadan anaerob dapat menggunakan nitrat jika tersedia. Jika tidak, mikroorganisma akan melakukan metabolisma aerob ataupun permetasi. Kelompok bakteri ini antara lain; Escherichia, Enterobakter, Bacillus, Pseudomonas, Mikrocoocus dan Rhizobium..mikroorganisam tersebut nmereduksi nikrat menjadi nitrogen bebas.
2NO3- + 12 e- + 12 H + …………..N2 + 6 H2 0
Proses in disebut dengan Denitrifkasi yang merupakan masalah serius bagi pertaniankarena menyebabkan hilangnya nitrat dari tanah. Akan tetapi proses tersebutsanyat bermanfaat untuk mengambil nitrogen dari lembah tinja atau lembah yang
lain.
5. obat antijamur dan antibakteri
 OBAT ANTIJAMUR
A. amphotericin B
antibiotik poplyene utama adalah Amphotericin B, yaitu suatu metabolit streptomyces. 
Amphotericin B adalah obat yang paling efektif untuk mikosis sistemik berat. Ia memiliki spektrum yang luas, dan perkembangan resistemsinya jarang. Mekanisme kerja polyene melibatkan pembentukan komplek-komplek dengan ergosterol dalam membran sel jamur, yang menimbulkan kerusakan dan kebocoran membran. Amphotericin B mempunyai afinitas yang lebih besar untuk ergosterol daripada kholesterol, yang merupakan sterol dominan pada membran sel mamalia. Penyelubungan Amphotericcin B dalam liposom dan emulsi lipid menunjukan keampuhan eksperimental yang luar biasa dan bebrapa hasil yang sangat baik dalam penelitian klinis. Formulasi-formulasi ini kini tersedia dan bisa menggantikan sediaan konvensional. Sediaan lipid tidak begitu toksik dan memungkinkan konsentrasi Amphotericin B yang lebih tinggi untuk digunakan.

 Mekanisme kerja
Amphotericin B diberikan secara intravena sebagai persenyawaan dengan natrium deoxycholat yang dilarutkan dalam larutan dekstrose. Walaupun obat ini disebarluaskan dalam jaringan, penetrasinya ke cairan spinal buruk. Amphotericin B berikatan erat dengan ergosterol dalam membran sel. Interaksi ini merubah keenceran membran dan mungkin menimbulkan pori-pori pada membran, dimana melalui pori ini ion-ion dan molekul kecil lepas. Tidak seperti antijamur lain, Amphotericin B bersifat mematikan sel. Sel-sel mamalia miskin ergosterol dan realtif resisten terhadap aktivitas ini. Amphotericin B berikatan lemah dengan kholesterol dalam membran mamalia dan interaksi ini bisa menjelaskan tentang toksisitasnya. Pada kadar yang rendah, amphotericin B mempunyai efek imunostimolator(Jawetz, 2005).

B. Flucytosine
Flucytosine (5-fluorocytosine) adalah derivat cystosine terfluorisasi. Ia adalah 
campuran antijamur oral yang biasanya digunakan bersamaan dengan Amphotericin B untuk mengobati cyptococcosis atau candidiasi. Ia juga efektif terhadap banyak infeksi jamur dematiaceous. Ia menembus ke dalam semua jaringan dengan baik termasuk cairan spinal.
Mekanisme kerja
Flucytosine secara langsung ditranspor ke dlam sel-sel jamur melalui suatu permease. 
Ia diubah oleh suatu enzim jamur cystosine deaminase menjadi 5-fluorouracil dan bergabung menjadi 5-fluorodexyuridilic acid monophosphatease, yang mengganggu aktivitas sintetase thymidilate dan sintesis DNA. Sel-sel mamalia tidak mempunyai cystosine deaminase sehingga terlindung dari efek toksik fluorouracil. Beradampak pada mutan-mutan resisten cepat muncul, membatasi pemakaian flucytosine(Jawetz, 2005).
C. Azol-azol
imidazol antijamur (misalnya ketocozanol ) dan triazol (flucozanol dan itracozanol) 
hádala obat-obatan yang digunakan untuk mengobati spektrum infeksi jamur yang luas, yang terlokalisir dan sistemik. Indikasi untuk pemakainya tetap dalam evaluasi, tetapi mereka telah menggantikan Amphotericin B dalam banyak mikosis yang tidak begitu parah karena mereka dapat diberikan secara oral dan tidak begitu toksik
 Mekanisme kerja
Azol-azol menggangu síntesis ergosterol. Mereka memblokir dementasi -14 alpha- yang tergantung pada cytochrome P450 dari lanosterol, yang merupakan precursor ergosterol dalam Namur dan colesterol dalam tubuh mamalia. Tetapi cytochrome P450 jamur hampir 100-1000 kali lipat lebih sensitif tehadap azol-azol daripada sistem mamalia(Jawetz, 2005).

D. Grisefulvin
Grisefulvin hádala antibiótica yang diberikan secara oral yang berasal dari spesies 
Penicilium. Ia bisa digunakan untuk mengobati dermatofitosis dan harus digunakan dalam jangka panjang. Grisefulvin kurang baik d absorspsi dan terkonsentrasi dalam startum korneum, dimana menghambat pertumbuhan hifa. Tidak berefek untuk Namur lain.
 Setelah pemberian secara oral, griselfulvin disebarkan ke seluruh tubuh tetapi terakumulasi dalam jeringan berkeratin. Dalam Namur, grisefulvin berinteraksi dengan mikrotubulus dan mematahkan gelondong mikotik, menyebabkan penghambatan pertumbuhan. Hanya hifa yang tumbuh dengan aktif yang terpengaruh. Grisefulvin secara klinis berguna untuk pengobatan infeksi dermatofit pada kulit, rambut dan kuku.
 (Jawetz, 2005) 
E. Terbinafin
Terbinafin hádala statu obat allylamin, ia memblokir síntesis ergosterol melalui 
penghambatan epoxide squalene. Terbinafin diberikan secara oral untuk mengobati infeksi dermatofit (Jawetz, 2005). 
 ANTIBAKTERI
a. VANKOMISIN, TEIKOPLANIN, BASITRASIN 
Vankomisin dan basitrasin juga termasuk penghambat sintesis dinding sel bakteri. Vankomisin merupakan antibiotika glikopeptida dengan berat molekul 1450. Vankomisin menghambat sintesis dinding sel bakteria dengan cara terikat pada bagian akhir karboksil bebas dari pentapeptida.
Teikoplanin merupakan produk dari Actinoplanus teichomyceticus. Mekanisme kerjanya menghambat polimerisasi peptidoglikan melalui interaksinya dengan akhiran d-Ala-d-Ala dari muramilpentapeptida.
Farmakokinetika
Vankomisin tidak diabsorpsi melalui traktus gastrointestinal dan bersifat iritatif pada pemberian i.m. Oleh sebab itu cara pemberiannya adalah melalui injeksi i.v. Vankomisin dapat mencapai berbagai cairan tubuh termasuk empedu, pleura, perikardium, periteneum dan sinovia serta menembus meninges jika dalam keadaan inflamasi.
Vankomisin tidak dimetabolisme tetapi dieliminasi melalui filtrasi glomeruler. Sekitar 90% dari obat dieliminasi melalui urin. Oleh sebab itu penyesuaian dosis perlu dilakukan pada penerita yang mengalami penurunan fungsi ginjal, yaitu didasarkan pada klirens kreatinin.
Teikoplanin dapat diberikan secara i.m atau per oral, memiliki waktu paruh yang panjang, yaitu 50-100 jam. Sama halnya dengan vankomisin, teokoplanin juga mencapai berbagai cairan tubuh, tetapi untuk mencapai kadar tunak (steady state) diperlukan dosis pembebanan yang besar. Untuk menghindari efek toksiknya maka pemberian vankomisin dan teikoplanin harus selalu dimonitor.
Basitrasin tidak dapat diberikan per parenteral karena terlalu toksik dan hanya dapat diberikan secara topikal.
Penggunaan
Vankomisin dan teikoplanin hanya dianjurkan untuk infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh stafilokokus pada penderita yang tidak tahan terhadap penisilin. Kedua obat ini juga cocok pada infeksi stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. Infeksi yang memberi respon baik dengan vankomisin antara lain adalah pneumonia, endokarditis, emfisema, osteomyelitis dan luka infeksi. Pemberian per oral hanya dianjurkan untuk enterokolitis pseudomembranosa, terutama yang disebabkan oleh Clostridium difficile. Karena terapi i.v untuk C. difficile tidak adekuat maka pada pasien yang tidak bisa minum obat per oral dianjurkan untuk diberikan metronidazol i.v.
( anonim a, 2009)








DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym a, 2009.http://ifrsudcurup.wordpress.com/2009/06/25/anti-mikroba/
2. Anonym b, 2009.http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_sel_bakteri
3. Anonym c, 2009.http://id.wikipedia.org/wiki/Bakteri
4. anonym d, 2009. metabolisme jamur. http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0024%20Bio%201-5a.htm
5. Dwijosaputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta :Djambatan
6. Jawets, Melnick. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta :Salemba Medika
7. Michael, JP. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press