Rabu, 01 Juli 2009

1. Mekanisme Pengaturan Asam Basa
Ø Pembentukan urin
Terdapat 3 proses dasar Ginjal, yaitu :
Filtrasi
Reabsorpsi
Sekresi
Ketiga proses dasar diatas berperan didalam pembentukan urin.
1. Filtrasi
Filtrasi di dalam ginjal terjadi didalam Glomerulus, sehingga disebut Filtrasi Glomerulus.
Filtrasi Glomerulus merupakan langkah pertama didalam pembentukan Urin pada manusia. Membran Glomerulus seratus kali lipat lebih permeabel daripada kapiler-kapiler di tempat lain. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya pendorong utama yang berperan untuk menginduksi filtrasi glomerulus (Anonim A, 2009)
Mekanisme kerja Filtrasi Glomerulus :
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus kedalam kapsul Bowman. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati 3 lapisan yang membentuk membran glomerulus :
Dinding kapiler Glomerulus
Lapisan gelatinosa aseluler = Membran basal ( basement membrane ).
Lapisan dalam kapsul Bowman.
Secara kolektif, keti-3 lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yg memiliki ukuran molekul lebih kecil. Melalui Filtrasi Glomerulus, setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter ( sekitar 47,5 galon ) filtrat glomerulus. Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus ( lumen tubulus ) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus (Anonim A,2009).
2. Reabsorpsi
Reabsorpsi ini terjadi di tubulus, reabsorpsi tubulus bersifat sangat selektif, bervariasi, dan sangat luar biasa. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, rata-rata 178,5 liter diserap kembali dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Semua konstituen plasma, kecuali protein, secara nondiskriminatif difiltrasi bersama-sama melintasi kapiler glomerulus (anonym A,2009).
Mekanisme Reabsorpsi Tubulus :
Reabsorpsi tubulus melibatkan transportasi Transepitel.
Ada 5 langkah yang terjadi didalam reabsorpsi tubulus transepitel, yaitu :
1. Bahan-bahan yang akan direabsorpsi kecuali H2O harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi membran luminal sel tubulus.
2. Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.
3. Bahan tersebut harus menyeberangi membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan
interstisium.
4. Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan intertisium.
5. Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah.
Terdapat 2 jenis reabsorpsi tubulus yaitu :
Reabsorpsi Aktif : memerlukan energi.
Reabsorpsi Pasif : Tidak memerlukan energi.
Secara umum, zat-zat yang perlu disimpan oleh tubuh akan secara selektif direabsorpsi, sedangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan dan perlu dieliminasi akan tetap berada didalam urin.
3. Sekresi.
Sekresi tubulus, mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk kedalam tubulus ginjal. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion-ion organik. Sekresi tubulus dapat dipandang sebagai mekanisme tambahan yang meningkatkan eliminasi zat-zat tersebut dari tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui fitrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorpsi akan dieliminasi dalam urin
Mekanisme Kerja sekresi Tubulus :
Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorpsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi, sekresi tubulus dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation organik, yang banyak diantaranya adalah senyawa senyawa yang asing bagi tubuh (Anonim A, 2009).
· Sekresi Ion Hidrogen
Sekresi hidrogen ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh.
· Sekresi ion Kalium
Ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulusproksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul.
· Sekresi anion dan kation Organik
Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah untuk sekresi kation organic (Anonim A, 2009)
Ø Pengaturan asam basa
sekresi ammonia
reaksi di sel tubulus ginjal menghasilkan NH4 dan HCO3. reaksi utama yang menghasilkan NH4 dalam sel adalah perubahan glutamine menjadi glutamate. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim glutaminase, tyang banyak terdapat di sel tubulus ginjal. Dehidrogenase glutamat mengkatalisis perubahan glutamat menjado alpa ketoglutarat, dengan menghasilkan lebih banyak lagi NH4(Ganong, 2002).
pH sepanjang nefron
penurunan pH yang sedang di cairan tubulus proksimal, sebagian besar hasil sekresi H+ hanya sedikit berpengaruh pada pH lumen karena terjadi pembentukan CO2 dan H2O dari H2CO3. sebaliknya, tubulus distal memiliki kapasitas sekresi H+ yang rendah tetapi sekresi di segmen ini mempunyai pengaruh yang lebih besar pada ph urin(Ganong, 2002).
pH rata-rata yang normal dari darah arteri adalah 7,4. darah vena adalah 7,34, karena adanya CO2 ekstra yang dibawa­ dari jaringan tubuh kembali ke paru-paru untuk dikeluarkan. pH dalam sel tubuh bervariasi dari 4,5 (sangat asam) sampai 8 (sangat basa). Bila pH darah arteriol turun mencapai 6,8 hewan biasanya mati karena konsentrasi CO2 (asidosis) akan menekan neuron-neuron CNS. Untuk mencegah perkembangan pH yang tidak normal, hewan mengontrol pH melalui:
sistem bufer – bikarbonat, fosfat, dan protein
pernafasan – ventilasi pulmoner
ginjal – mengeluarkan alkali atau urin asam sejauh yang diperlukan(Frandson,1992).
sekresi Bikarbonat
di bawah kondisi alkalosis (kelebihan basa), ginjal dapat mensekresikan bikarbonat sehingga basa plasma berkurang dan pH kembali ke tingkat normal. Sekresi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi di duktus pengumpul di korteks. Namun, bahkan pada keadaan alkalosis, reabsorbsi bikarbonat di tubulus proksimalis terus berlangsung dan tetap penting. Hilangnya semua bikarbonat yang difiltrasi dapat menyebabkan kematian(Ganong, 2002).
Reabsorbsi Bikarbonat
Reabsorbsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi terutama di tubulus proksimalis. Reabsorpsi berlangsung sewaktu sebuah molekul air terurai di sel tubulus proksimal menjadi ion hidrogen dan sebuah molekul hidroksil. Ion hidrogen secara aktif disekresikan ke dalam lumen tubulus dan bergabung dengan molekul bikarbonat yang telah difiltrasi di glomerulus. Hidrogen ditambah bikarbonat akan menghasilkan asam karbonat, dengan adanya enzim karbonat anhidrase, terurai menjadi karbondioksida dan air.. keduanya berdifusi kembali ke dalam sel tubulus proksimal untuk digunakan kembali sewaktu siklus berlangsung.(Corwin, 2000).
2. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah
Renin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai rspons terhadap penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium plasma. Sel-sel yang membentuk dan mengeluarkan renin, dan mengontrol pelepasannya, adalah sekelompok sel nefron yang disebut aparatus jukstaglomerulus(JG). Kelompok sel ini mencakup sel-sel otot polos mensintesis renin dan berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau tekanan darah. Sel-sel makula densa adaalah bagian dari pars ascendens nefron. Sel-sel ini memantau konsentrasi natrium plasma. Sel-sel makula densa dan sel-sel arteri aferen terletak berdekatan satu sama lain dititik dimana pars tubulus distalis hampir menyentuh glomerulus.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelapasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel oto polos mengurangi pelepasan renin. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula densa memberikan sinyal kepada sel-sel otot polos untuk menurunkan pelapasan renin.
Setelah dikeluarkan, renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalis penguraian protein kecil, yaitu angiotensinogen, menjadi angitensin I suatu protein yang teridir dari 10 asam amino. Angiotensin dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di dalma darah tinggi. Dengna demikian, pelepasan renin adalah langkah penentu kecepatan reaksi. Perubahan angiotensin menjadi angiotensin I berlangsung di seluruh plasma, tetapi terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat bereaksi dengna enzim lain yang sudah ada di dalam darah. ACE (angiotensim converting enzyme) menguraikan angitensin I menjadi angiotensin II sebuah peptida 8 asam amino.
Apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka sel-sel JG melepaskan renin, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan kontriksi arteriol-arteriol di seluruh tubuh, termasuk arteriol aferen dan eferen. Hal ini menyebabkan peningkatan resisitensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ke tingkat normal. Aliran darah ginjal berkurang, yang menyebabkan produksi urin menurun. Hal ini pula ikut membantu meningkatkan volume plasma dan tekanan darah. Hal yang sebaliknya akan terjadi apabila tekanan darah meningkat. Apabila tekanan darah meningkat, ,maka pengeluaran renin berkurang dan kada angiotensin II turun. Hal ini menyebabkan dilatasi arteriol-arteriol sistemik, penurunan resistensi perifer total, dan penurunan tekanan darah kembali ke tingkat normal. Penurunan angiotensin II menyebabkan arteriol aferen dan eferen melemas sehingga terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan pengeluaran urin yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah.(Corwin, 2000).

3. Mekanisme Pemekatan dan Pengentalan Urin (sistem Countercurrent)
Countercurrent multiplier system terdapat di lengkung Henle, suatu bagian nefron
yang panjang dan melengkung dan terletak di antara tubulus proximal dan distalis. Sistem multiplikasi tersebut memiliki lima langkah dasar dan bergantung pada transport aktif natrium (dan Klorida) keluar pars ascenden lengkung. Sistem tersebut juga bergantung pada impermeabilizas relatif bagian lengkung ini terhadap air yang menjaga agar air tidak mengikuti natrium keluar. Akhirnya sistem ini mengandalkan permeabilizas duktus-duktus pengumpul terhadap air.
Ø Langkah-langkah pada Countercurrent Multiplier System
1. sewaktu natrium ditransportasikan keluar pars ascendens, cairan interstisium yang melingkupi lengkung henle menjadi pekat.
2. air tidak dapat mengikuti natrium keluar pars ascendens. Filtrat yang tersisa secara progresif menjadi encer.
3. pars ascendens lengkung bersifat permeable terhadap air. Air meninggalkan bagian ini dan mengalir mengikuti gradien konsetrasi ke dalam ruang intersisium. Hal ini menyebabkan pemekatan cairan pars descendens. Sewaktu mengalir ke pas ascendens, cairan mengalami pengenceran progrsif karena natrium dipompa keluar.
4. hasil akhir hádala pemekatan cairan interstisium di sekitar lengkung henle. Konsentrasi tertinggi terdapat di daerah yang mengelilingi bagian bawah lengkung dan menjadi semakin encer mengikuti pars asendens.
5. di bagian puncak pars asendens lengkung, cairan tubulus bersifat isotonik atau bahkan bersifat hipotonik.(Corwin, 2000).
Ø Hasil dari Countercurrent Multiplier System
Permeabilizas duktus pengumpul terhadap air bervariasi. Apabila permeabilizas
terhadap air tinggi, maka sewaktu bergerak ke bawah melalui interstisium yang pekat, air akan berdifusi keluar duktus pengumpul dan kembali ke dalam kapiler peritubulus. Hasilnya hádala penurunan ekskresi air dan pemekatan urin. Sebaliknya apabila permeabilizas terhadap air rendah, maka air tidak akan berdifusi keluar duktus pengumpul melainkan akan diekskresikan melalui urin. Urin akan encer.(Corwin, 2000).
Ø Peran hormon Antidiuretik dalam Pemekatan Urin
Permeabilizas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar hormon hipofisis
Posterior, hormon antidiuretik (ADH), yang terdapat di dalam darah.
Pelepasan ADH dari hipofisis posterior meningkat sebagai respons terhadap penurunan tekanan darah atau peningkatan osmolalitas ekstrasel(penurunan konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus pengumpul untuk meningkatkan permeabilizas air. Apabila tekanan darah rendah, atau osmolalitas plasma tinggi, maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan direasorbsi ke dalam kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan osmolalitas ekstrasel berkurang. Sebaliknya, apabila tekanan darah terlalu tinggi atau cairan ekstrasel terlalu encer, maka pengeluaran ADH akan dihambat dan akan lebih banyak air yang diekskresikan melalui urin sehingga volume dan tekanan darah menurun dan osmolalitas ekstrasel meningkat.(Corwin, 2000)




DAFTAR PUSTAKA
Frandson R.D. 1992. Anatomi Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM Press
Corwin, Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ganong, William. 2002. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Anonim A. 2009. http://darryltanod.blogspot.com/2008/04/mekanisme-proses-dasar-ginjal-darryl.html. akses 30 Juni 2009.