Sumpah Hippocrates
Saya bersumpah demi Apollo dewa penyembuh dan Aesculapius dan Hygeia dan Panacea, dan semua dewa dan dewi bahwa sesuai dengan kemampuan dan pikiran saya, saya akan mematuhi janji-janji berikut ini
Saya akan memperlakukan guru yang telah mengajarkan ilmu ini dengan penuh kasih sayang sebagai mana terhadap orangtua saya sendiri, jika perlu saya bagikan hartaku untuk dinikmati bersama, anaknya akan saya perlakukan sebgai saudara kandung saya, dan akan saya ajarkan ilmu yang telah saya peroleh dari ayahnya, kalau memang mereka mau mempelajarinya, tanpa imbalan apapun.
Saya juga akan meneruskan ilmu pengetahuan ini kepada anak-anak saya sendiri, dan kepada mereka yang telah mengikatkan diri dengan janji dan sumpah untuk mengabdi kepada ilmu pengobatan, dan tidak kepada hal-hal yang lainnya. Saya akan mengikuti cara pengobatan yang menurut pikiran dan kemampuan saya akan membawa kebaikan bagi penderita tanpa tujuan yang buruk. Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun meskipun diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu. Atas nama yang sama, saya tidak akan memberikan obat untuk menggugurkan kandungan.
Saya ingin melewati hidup yang saya baktikan kepada ilmu saya ini dengan tetap suci dan bersih.
Saya tidak akan melakukan pembedahan sendiri, tetapi akan menyerahkannya kepada mereka yang ber-pengalaman dalam pekerjaan ini.
Rumah siapa pun yang saya masuki, kedatangan saya itu saya tujukan untuk kesembuhan yang sakit, dan tanpa niat-niat buruk ataupun membohongi, dan lebih jauh lagi tanpa niat memperkosa wanita atau pria, orang bebas atau pun budak.
Apapun yang saya dengar atau lihat, tentang kehidupan seseorang yang tidak patut disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan, karena saya harus merahasiakannya.
Selama saya tetap mematuhi sumpah saya ini, izinkanlah saya menikmati hidup dalam mem-praktekkan ilmu saya ini, dihormati oleh semua orang di sepanjang waktu. Tetapi jika sampai saya meng-khianati sumpah ini, balikkanlah nasib saya.”(Dodhy, 2009)
Alasan Aristoteles sebagai Bapak Kedokteran Hewan
Aristoteles dilahirkan di Stagirus, atau Stagira, atau Stageirus, pada Chalcidic tanjung utara Yunani. Ayahnya bernama Nicomachus, seorang dokter medis, sedangkan ibunya bernama Phaestis. Nicomachus akan tinggal di Chalcidice ketika Aristoteles lahir dan dia mungkin dilahirkan di daerah ini. Aristoteles ibu, Phaestis, datang dari Chalcis di Euboea dan keluarganya properti yang dimiliki ada.
Pencetus Kedokteran Perbandingan (Comparative Medicine) yaitu penerapan metode medik yang dipelajaru untuk kedokteran manusia kepada spesies hewan adalah Aristoteles. Ia sangat terkenal dengan bukunya “Historia Animalium” Story of Animals yang menguraikan lebih dari 500 spesies hewan.
Ia juga menulis buku tentang “Pathology Hewan” yang mengungkapkan tentang penyakit-penyakit hewan serta memperkenalkan kastrasi pada hewan ternak muda dan efeknya pada pertumbuhan dan banyak lagi metode-metode kedokteran pada berbagai spesies hewan.(dodhy,2009)
Organisasi nonteritorial (contoh, peran ) dan PDHI
Organisasi nonteritorial
Pembentukan Organisasi Seminat/ Sekeahlian di bawah PB-PDHI dikenal dengan nama Organisasi Non Teritorial, untuk membedakan dengan organisasi cabang PDHI yg berbasis wilayah. Terminologi Internasional untuk ont adalah Special Group of Interest (SGI). Dasar pembentukan ONT adalah sesuai dengan AD PDHI pasal 12 dan ART pasal 19.
Para dokter hewan dari Asosiasi Non Teritorial, yaitu:
- Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatic dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN)
- Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia (ADHPHKI)
- Ikatan Dokter Hewan Karantina Indonesia (IDHKI)
- Ikatan Dokter Hewan Sapi Perah Indonesia (IDHSPI)
- Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI)
- Asosiasi Pathologi Veteriner Indonesia (APVI)
- Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI)
- Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI)
- Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEPVI)
(anonim, 2009)
Persatuan Dokter Hewan Indonesia ( PDHI )
Dalam perjalanan selalu mengadakan pertemuan yg berupa Mukernas, kongres dll.
Pada akhir2 ini mempunyai program kerja yg mempunyai latar belakang al :
1.Tatangan nasional dan global.
2. UU sisdiknas No.2 th 1989 dan diatur dalam PP No. 60 tahun 1999.
3. “Manusya Mriga Satwa Sewaka”
Peran
1. menyamakan persepsi nasional profesi veteriner
2. Mengukur keaktifan cabang dan keanggotaan
3. Strategi pemberdayaan cabang untuk mendukung status organisasi PDHI pada posisi Veterinary Statutory Body menurut OIE
4. Penataan organisasi
5. Peningkatan layanan anggota.
6.Langkah perjuangan PDHI : rekrutmen CPNS drh di daerah ; mewujudkan Dirjen Veteriner, UU veteriner dan Siskeswannas; turut serta dalam penyusunan berbagai aturan hukum yang mengatur peran profesi drh.
7. Strategi promosi peran drh dan mengenalkan PDHI ke masyarakat sebagai suara profesi veteriner.
8. Keberadaan Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan.
9. Keberadaan Majelis untuk Etika Profesi dan Acuan Dasar Profesi Kedokteran Hewan serta Penegakan Etika Profesi yaitu Majelis Kehormatan Perhimpunan.
10. Penyusunn kompetensi ke arah spesilisasi yg melibatkan ONT dan FKH dan PDHI sebagai Vet Statutory Body.
11. Penyiapan Ujian Nasional untuk penerbitan ijin dokter hewan ( Nasional Board Exam) sesuai MOU PB-PDHI _FKH se Indonesia.
12. Perlunya izin kelayakan praktek (SIDH).
Kode Etik Veteriner
KETETAPAN KONGRES XII
PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA TAHUN 1994
Tap. NOMOR 04/Kongres XII/PDHI/1994
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Dokter Hewan merupakan Warga negara yang baik yangmemanifestasikan dirinya dalam cara berpikir, bertindak dan menampilkan diri dalam sikap dan budi pekerti luhur dan penuh sopan santun.
Pasal 2
Dokter Hewan menjunjung tinggi Sumpah/Janji Kode Etik Dokter Hewan.
Pasal 3
Dokter hewan tidak akan menggunakan profesinya bertentangan dengan perikemanusiaan dan usaha pelestarian sumber daya alam.
Pasal 4
Dokter hewan tidak mencantumkan gelar yang tidak ada relevansinya dengan profesi yang dijalankannya.
Pasal 5
Dokter hewan wajib berhati-hati mematuhi perundangan dan peraturan yang berlaku.
Pasal 6
Dokter Hewan berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik therapi atau obat baru yang belum teruji kebenarannya..
Pasal 7
Dokter Hewan menerima imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan kecuali dengan keikhlasan , sepengetahuan dan kehendak klien sendiri.
BAB II
KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI
Pasal 8
Dokter Hewan dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi persyaratan umum dan khusus yang berlaku sehingga citra profesi dan korsa terpelihara karenanya.
Pasal 9
Dokter Hewan wajib selalu memepertajam pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan perilakunya dengan cara mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kedokteran Hewan.
Pasal 10
Dokter Hewan yang melakukan prakterk hendaknya memasang papan nama sebagai informasi praktek yang tidak berlebihan.
Pasal 11
Pemasangan iklan dalam media massa hanya dalam rangka pemberitahuan mulai buka, pindah, atau penutupan prakteknya.
Pasal 12
Dokter Hewan dianjurkan menulis artikel dalam media massa mengenai Kedokteran hewan dalam rangka kesejahteraan hewan dan pemiliknya.
Pasal 13
Dokter hewan tidak membantu datau mendorong adanya praktek illegal bahkan wajib melaporkan bilamana mengetahui adanya praktek illegal itu.
Pasal 14
Dokter Hewan wajib melaporkan kejadian penyakit menular kepada instansi yang berwenang.
BAB III
KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN
Pasal 15
Dokter Hewan memperlakukan pasiendengan penuh perhatian dan kasih sayang sebagaimana arti tersebut bagi pemiliknya, dan menggunakan segala pengetahuannya, keterampilannya dan pengalamannya untuk kepentingan pasiennya.
Pasal 16
Dokter Hewan siap menolong pasien dalam keadaan darurat dan atau memberikan jalan keluarnya apabila tidak mampu dengan menunjuk ke sejawat lainnya yang mampu melakukannya.
Pasal 17
Pasien yang selseai dikonsultasikan oleh seorang sejawat wajib dikembalikan kepada sejawat yang meminta konsultasi.
Pasal 18
Dokter hewan dengan persetujuan kliennya dapat melakukan Euthanasia (mercy sleeping), karena diyakininya tindakan itulah yang tebaik sebagai jalan keluar bagi pasien dan kliennya.
BAB IV
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN
Pasal 19
Dokter Hewan menghargai klien untuk memilih Dokter hewan yang diminatinya.
Pasal 20
Dokter Hewan menghargai Klien untuk setuju/tidak setuju dengan prosedur dan tindakan medik yang hendak dilakukan Dokter Hewan setelah diberi penjelasan akan alasan-alasannya sesaui dengan ilmu Kedokteran Hewan.
Pasal 21
Dokter Hewan tidak menanggapi keluhan (complain) versi klien mengenai sejawat lainnya.
Pasal 22
Dokter Hewan melakukan klien education dan memberikan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita atau yang mungkin dapat diderita (preventive medicine) hewannya dan kemungkinan yang dapat terjadi. Dalam beberapa hal yang dianggap perlu Dokter hewan bertindak transparan.
BAB V
KEWAJIBAN TERHADAP
SEJAWAT DOKTER HEWAN
Pasal 23
Dokter hewan memperlakukan sejawat lainnya seperti dia ingin diperlakukan seperti dirinya sendiri.
Pasal 24
Dokter Hewan tidak akan mencemarkan nama baik sejawat Dokter hewan lainnya.
Pasal 25
Dokter Hewan wajib menjawab konsultasi yang diminta sejawat menurut pengetahua, keterampilan, dan pengalaman yang diayakininya benar.
Pasal 26
Dokter Hewan tidak merebut pasien dan atau menyarankan kepada klien berpindah dari Dokter Hewan sejawatnya.
BAB VI
KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 27
Dokter Hewan wajib memelihara bahkan meningkatkan kondisi dirinya sehingga selalu berpenampilan prima dalam menjalankan profesinya.
Pasal 28
Dokter Hewan tidak mengiklankan kelebihan dirinya secara berlebihan.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 29
Dokter Hewan harus berusaha dengan sungguh–sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Dokter Hewan Indonesia dalam pekerjaan profesinya sehari-hari, demi untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Kode Etik Dokter Hewan Indonesia, janganlah merupakan kata-kata dan tulisan di kertas belaka. Setiap Dokter Hewan harus berusaha sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkannya dalam pekerjaan profesi sehari-hari agar martabat profesi tidak akan kahilangan keluhuran dan kesuciannya.
Oleh karena itu, setiap Dokter Hewan harus menjaga nama profesi dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan atau tidak sesaui dengan ilmu, moral, iman dan etik.
Undang-undang negara, Peraturan pemerintah, Ketentuan-ketentuan moral dan etik merupakan batas gerak yang tidak boleh dilanggar, kalau telah mulai keluar dari batas-batas tersebut maka akan timbul pertentangan antara kewajiban dan keinginan antara suara hati nurani dan iblis. Pikiran tenteram dan hati damai merupakan syarat mutlak untuk hidup bahagia di dunia, tidak akan dinikmati berapapun kebendaan yang dimiliki.
(Nugroho, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Dodhi,Yudabuntara.2009.Etika Profesi Veteriner.Yogyakarta
Nugroho.2009. Kongres PDHI -XV
http://weesnugroho.staff.ugm.ac.id/wp-content/tulisan-utk-kongres-pdhi-xv.pdf
akses 27 Oktober 2009
Anonimous.2009. Aristoteles
http://www.apprendre-math.info/indonesien/historyDetail.htm?id=Aristotle
akses 27 Oktober 2009
Anonimous. 2009. 100 tahun Dokter Hewan Indonesia
http://pdhijatim1.wordpress.com/2009/03/27/100-tahun-dokter-hewan-indonesia/
akses 27 Oktober 2009
Jumat, 06 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
thank you Aswin, informasinya...
BalasHapustetep semangat buat koasnya ^.^