Komparasi siklus estrus
Siklus Estrus pada Kuda
Pubertas antara umur 10 dan 24 bulan, dengan rata-rata 18 bulan. Panjangnya siklus estrus antara permulaan suatu periode estrus sampai permulaan berikut nya pada kuda antara 7 sampai 124 hari. Lamanya estrus rata-rata 6 hari, tetapi dimungkinkan juga adanya variasi yang besar.
Periode birahi cenderung memendek dalam perubahan musim semi ke musim panas. Periode estrus yang terpendek nampak berkaitan dengan menaiknya fertilitas. Pada awal musim kawin, periode estrus cenderung tak teratur dan panjang, sering juga terjadi tanpa ovulasi.
Fertilitas menaik selama estrus mencapai puncak dua hari sebelum estrus, kemudian menurun mendadak. Kuda dengan periode birahi satu sampai tiga hari hendaknya dikawinkan pada hari pertama. Kuda dengan periode yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari ketiga atau keempat dan lagi 48 sampai72 jam kemudian.
Pada awal musim kawin, beberapa kuda memperlihatkan keinginan yang besar selama periode birahi yang panjang, tetapi tidak terjadi ovulasi.
Siklus Estrus pada Sapi
pada sapi pubertas bervariasi menurut bangsa dan tingkat nutrisi. Sapi Holstein memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisi baik, dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, serta 72 minggu bila tingkat nutrisi rendah.
Panjang siklus estrus rata-rata 20 hari, dan 21 sampai 22 hari untuk sapi dewasa. Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki baik oleh betina lain atau pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18jam untuk sapi perah ataupun sapi pedaging dan sedikit lebih pendek untuk sapi heifer sekitar 12-24jam. Ovulasi normal terjadi kira-kira 10-15 jam setelah birahi.
Saat perkawinan. Konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam menjelang ovulasi. Disarankan bahwa spermatozoa harus hadir sekurangnya 6 jam di dalam uteruys sebelum mampu membuahi sebuah ovum. Perdarahan dari vulva sering terjadi pada heifer dan dewasa, satu sampai tiga hari setelah berakhirnya estrus.
Siklus Estrus pada Domba
Pubertas umunya terjadi pada musim gugur yang pertama pada umur sampai 12 bulan, bila domba itu menerima makana yang baik.
Musim kawin. Domba merupakan hewan-hewan yang poliestrus musiman, dengan periode anestrus yang panjang, yang diikuti dengan suatu musim kawin yang bervariasi dari 1 sampai 20 hari siklus estrus yang berurutan. Panjang musim kawin berkaitan dengan keadaan iklim.
Panjangnya Siklus estrus. Lama siklus estrus rata-rata pada domba antara 16,5 dan 17,5 hari. Siklus yang terlalu panjang atau terlalau pendek cenderung terjadi selama awal atau akhir masa birahi, bukan pertengahan. Lama estrus rata-rata adalah sekitar 30jam dengan kisaran antara 3 sampai 84 jam.
Siklus estrus pada Babi
Rata-rata siklus estrus pada babi sekitar 21 hari dengan kisaran 11 sampai 41 hari. Lamanya estrus dapat berkisar dari 15 sampai 96 jam: dengan rata-rata antara 40-46 jam. Estrus pertama setelah masa sapih umunya lebih panjang yaitu sekitar 65 jam. Dan terjadi 7 sampai 9 hari setelah penyapihan.
Perkembangan embrio
Pubertas
Pubertas adalah peroide saat organ reproduksi untuk pertama kalinya mulai berfungsi. Masak kelamin dalam pengertian ini berbeda dari satu spesies ke spesies yang lain. (Frandson, 1992)
Tercapainya pubertas pada hewan agak berbeda karena pertumbuhan tubuh dan kelamin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah keturunan, iklim, social, dan makanan. (Soebadi, 1987)
Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan gamet betina(ovum) yang terjadi dalam ovarium. Proses ini ditandai dengan adanya perubahan oogonium menjadi oosit, yang akan mengalami pemasakan sehingga menjadi ovum yang siap dibuahi. Selama perkembangan oosit, terjadi proses pembentukan kuning telur atau vitelus melalui proses vitelogenesis. Adanya timbunan vitelus dalam ovum (pada ooplasma) menyebabkan oosit bertambah besar.
Pada akhir oogenesis, oosit mengalami pembelahan meiosis atau sering disebut pembelahan pemasakan yang akan menghasilkan ovum haploid (n kromosom). Akan tetapi proses meiosis tersebut pada umumnya tidak berlangsung hingga tuntas dan berhenti pada meiosis tahap pertama. Proses penyelesaian pembelahan meiosis pada ovum akan terjadi jika ada rangsang berupa pemasukan sperma ke ovum. Pada saat inti sperma bertemu dengan inti
ovum, pembelahan meiosis tahap dua sudah berlangsung, sehingga ovum benar-benar telah menjadi ovum haploid dan telah siap dibuahi. (isnaeni,2006)
Ovulasi
Ovulasi adalah proses terlepasnya sel ovum dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak. Waktu yang dibutuhkan oleh seluruh proses ovulasi tergantung pada lokasi sel telur dalam folikel. Waktu ovulasi akan singkat apabila sel telur berada di dasar folikel dan akan lama apabila sel telur berada dekat pada stigma yang menonjol dipermukaan ovarium ( Anonim, 2009 ).
Mekanisme terjadinya ovulasi :
a. Hormonal :
Setelah folikel-folikel tumbuh karena pengaruh hormon FSH dari pituitari anterior,maka sel-sek folikel mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam dosis kecil akan menyebabkan terlepasnya hormon LH. Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar dan persobekan pada daerah stigma yang pucat karena daerah ini kurang memperoleh darah.
b. Neural :
Rangsangan pada luar servik, baik pada saat kopulasi atau kawin buatan akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat yang akan diterima oleh hipotalamus. Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akan meningkat sehingga mengakibatkan ovulasi ( Anonim, 2009 ).
Dari sisa-sisa folikel yang telah mengalami ovulasi akan terbentuk bermacam-macam tenunan yaitu :
a. Korpus haemoragikum
Setelah ovulasi akan diikuti pemberian darah yang lebih pada sisa-sisa folikel. Terjadi hipertropi dan hiperplasi pada tenunan sehingga tebentuk benda yang bulat menonjol dipermukaan ovarium,kenyal,dan berwarna merah
b. Korpus Luteum
Sebagai akibat dari proses luteinasi dari korpus haemoragikum oleh pengaruh hormon LTH, terjadilah pertumbuhan lebih lanjut dari sel-sel tersebut. Tenenuan baru akan berubah warna menjadi kuning dan menghasilkan progesteron yang lama-lama akan tinggi pada puncak siklus birahi.
c. Korpus Albikansia
Berhentinya aktivitas korpus luteum dalam menghasilkan progesteron akan menyebabkan degenerasi dari sel-selnya karena sudah tidak memperoleh suplai darah maka bentuknya menjadi sangat kecil dan berwarna pucat. Ovulasi pada sapi terjadi sekitar 10-12 jam setelah estrus berakhir. Adanya gangguan pada saat ovulasi dapat menyebabkan tidak terjadinya fertilisasi dan atau gangguan perkembangan embrio. Gangguan ovulasi dapat terjadi karena defisiensi atau ketidakseimbangan endokrin dan faktor mekanik ( Anonim, 2009 ).
Fertilisasi
Fimbria pada margin infundibulum dari tuba uterin sangat erat dengan ovari dan pada saat ovulasi ovum masuk ke dalam infundibulum melalui tuba uterin. Ovum kemudian bergerak ke tuba uterin ke dalam uterus melalui kerja gabungna anatara silia dan permukaan mukosa dari sel-sel epitel dan kontraksi yang terjadi pada dinding muskular dari tuba uterin. Kontraski tersebut dipengaruhi oleh rasio antara hormon estrogen dan progesteron, kadar prostalglandin, dan derajat stimulasi tuba uterin oleh bagian simpatetik dari sistem saraf otonom.
Segera setelah ovulasi, ovum didalam membran vitelin dikelilingi oleh suatu membran mukopolisakarida yang kuat, yaitu zona pelusida dan oleh sejumlah sel-sel granulosa yang membentuk korona radiata di luar zona pelusida.
Embriogenesis
Zigot mulai menjalani pembelahan awal mitosis sampai beberapa kali. Sel-sel yang dihasilkan dari setiap pembelahan berukuran lebih kecil dari ukuran induknya, disebut blastomer. Sesudah 3-4 kali pembelahan : zigot memasuki tingkat 16 sel, disebut stadium morula (kira-kira pada hari ke-3 sampai ke-4 pascafertilisasi). Morula terdiri dari inner cell mass (kumpulan sel-sel di sebelah dalam, yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan embrio sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel di sebelah luar, yang akan tumbuh menjadi trofoblas sampai plasenta). Kira-kira pada hari ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan menembus zona pellucida, membentuk ruang antar sel. Ruang antar sel ini kemudian bersatu dan memenuhi sebagian besar massa zigot membentuk rongga blastokista. Inner cell mass tetap berkumpul di salah satu sisi, tetap berbatasan dengan lapisan sel luar. Pada stadium ini zigot disebut berada dalam stadium blastula atau pembentukan blastokista. Inner cell mass kemudian disebut sebagai embrioblas, dan outer cell mass kemudian disebut sebagai trofoblas ( Yosemite, 2009 ).
Kelahiran
Parturisi merupakan suatu proses kelahiran. Di sini fetus bertanggung jawab terhadap inisiasi kelahiran, proses endokrin cukup berbeda dari satu spesies dengan yang lainnya, pada beberapa spesies proses tersebut belum secara rinci dapat dijelaskan. Peningkatan produksi kortisol fetus terjadi sebagai akibat dari perubahan dan kedewasaan aksi hipotalamus-pituitari-adrenal fetus. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh stress fetus yang berkembang karena plasenta tidak mampu lagi menyuplai kebutuhan untuk pertumbuhan dan tuntutan fetus
( Hary, 2009 ).
Kejadian endokrin yang mendahului kelahiran antara lain ;
· Peningkatan produksi corticotropin–releasing hormone (CRH) oleh otak fetus.
· Peningakatan produksi hormonr adenocrticotropic (ACTH) oleh glandula pituitari anterior fetus.
· Peningkatan produksi kortisol oleh galndula adrtenal fetus
· Perubahamn plasenta progerteron ke estrogen
· Estrogen menstimuli myometrium untuk memproduksi prostlagladin F2a (PGF2a) dan juga menyebabkan relaksasi cervix
· PGF2a menyebabkan kontraksi myometrium yang akan menyebabkan tekan intra uterin dan memndorong fetus ke arah cervic.
· Oksitosin akan dikeluarkan oleh galandula pituitari posterior induk dan fetus memacu dilatasi cervic.
· Oksitocin menyebabakn kontrakasi myometrium.
Hormon peptida relaxin diproduksi oleh plasenta atau oleh maternal korpus luteum pada kebuntingan awal. Relaxin juga berperan pada relaksasi maternal cervix menjelang kelahiran dan mempengaruhi efisiensi kontraksi myometrium ( Hary, 2009 ).
Menjelang kelahiran
Tanda-tanda mendekati kelahiran dapat diperhatikan selama akhir bulan kebuntingan, tanda- tanda tersebut antara lain :
· Rotasi posisi lahir
Selama kebuntingan, fetus akan rebah pada punggung dengan kaki menghadap ke atas. Sesudah rotasi ke posisi lahir, fetus akan rebah pada thorax atau abdomen dengan kaki depan ke diposisikan pada ujung kornu dekat cervix dan hidungnya terletak di antara kaki depan. Dengan posisi ini, kelahiran lebih mudah.
· Perubahan gl.mammae
Pertumbuhan gl.mammae dapat terlihat selama akhir kebuntingan. Ini disebabkan oleh kerjasama estrogen dan progesteron yang merangsang perkembangan duktus-duktus dan jaringan-jaringan sekresi gld.mammae. Mendekati kelahiran gl.mammae akan membesar dan berisi air susu. Sintesis susu merupakan fungsi prolactin dalam kerjasamanya dengan hormon lain. Ketika oxytocin dilepaskan selama kelahiran, terjadilah milk let down sehingga menyebabkan air susu keluar dari puting susu ( Hary, 2009 ).
· Perubahan lain
Makin mendekati kelahiran maka Relaxin bekerjasama dengan estrogen yang akan menyebabkan relaksasi ligamentum pelvis dan perluasan saluran cervix. Relaksasi lig pelvis di sekitar pangkal ekor akan menyebabkan pangkal ekor lebih menonjol. Vulva menjadi lunak dan membengkak. Mukus terlihat seperti leleran dari vulva ketika estrogen menyebabkan sel2 epithel cervix mensekresikan mukus baru, sehingga mencairkan sumbat mukus. Domba akan mencoba meninggalkan kelompoknya. Domba akan mencari tempat sembunyi selama kelahiran ( Hary, 2009 ).
Stadium-stadium pada kelahiran :
Tahap pertama kelahiran
Tahap ini dipercya berlangsung selama 6-12 jam. Domba betina akan memisahkan diri dari kelompoknya dan terlihat gelidah dan mencakar tanah. Beberapa domba betina tidak menunjukkan tanda apapun pada tahap pertama kelahiran.
Tahap kedua kelahiran
Tahap ini berlangsung ½-1 jam dan mungkin sedikit lebih lama pada domba betina yang baru pertama kali melahirkan. Mayoritas anak domba memasuki saluran peranakan pada presentasi longitudinal anterior dengfan postur yang sama seperti anak sapi. Beberapa anak domba lahir dengan presentasi posteriore dengan kaki-kaki belakang yang menjulur memasuki saluran peranakan. Anak domba yang kecil pada presentasi anterior kadang-kadang dapat lahir dengan satu kaki depan pada fleksi bahu. Normalnya domba betina akan berbaring untuk melahirkan, mengejan dengan kuat dan menengadahkan kepalanya ke atas dan mengembik. Banyak domba betina memilih berbaring dengan posisi belakangnya. Melawan tembok atau pagar selama melahirkan.tahap kedua diulangi sewaktu anak domba berikutnya lahir. Kira-kira 50% anak domba terlahir dengan amnion utuh ( Hary, 2009 ).
Tahap ketiga kelahiran
Plasenta normalnya lepas dalam waktu 3-4 jam setelah kemahiran anak domba yang terakhir.
Proses Kelahiran
Inisiasi hormon
Pola hormon selama bagian akhir kebuntingan mengatur stadium kelahiran. Kadar estrogen, progesteron, dan relaksin terlihat tinggi sehingga dapat diketahui bahwa mekanisme yang menginisiasi kelahiran adalah pelepasan cortisol oleh fetus. Kenaikan cortisol menyebabkan produksi dan pelepasan yang lebih besar dari estrogen oleh plasenta yang menginisiasi pelepasan PGF2a dari uterusPGF2a yang menyebabkan regresi CL dan turunnya progesteron. Plasenta merupakan sumber utama Progesteron pada domba selama 2/5 akhir kebuntingan ( Hary, 2009 ).
Tampaknya kenaikan cortisol fetus menyebabkan perubahan dalam enzim plasenta yang menghasilkan konversi Progesteron menjadi Estrogen. Estrogen plasenta menyebabkan pelepasan PGF2a dari uterus domba tetapi penurunan progesteron terlihat sebelum kenaikan PGF2a.
Oxytocin terlepas ketika gerakan fetus merangang syaraf sensoris cervix dan vagina. Konsenjtrasi Oxytocin yang tertinggi terlihat selama pengeluaran fetus. Lonjakan kecil terlihat selama pengeluaran plasenta Pelepasan PGF2a yang lebih besar disebabkan oleh oxytocin. Suatu peningkatan cortisol induk menjelang kelahiran mungkin disebabkan oleh stres parturisi dan tidak terlibat dalam regulasi parturisi. Lonjakan prolactin terkait dengan sintesis susu dan bukan dengan parturisi.
Kejadian fisiologis utama dalam parturisi :
Dilatasi cervix untuk lintasan fetus
Inisiasi dilatasi cervix disebabkan oleh relaxin yang bekerja sama dengan estrogen yang meningkat. Kerjasama hormon-hormon ini melunakkan cervix dan menyebabkan sel-sel epithelnya mensekresikan mukus. Dilatasi selanjutnya terjadi ketika kontraksi uterus mendorong allanto-chorion dan kemdian amnion ke arah cervix. Allanto-chorion mungkin pecah selama proses ini. Amnion biasanya tidak pecah sampai fetus memasuki cervix ( Hary, 2009 ).
Sejumlah faktor ikut dalam inisiasi dan kontinuasi kontraksi uterus yang terjadi bersamaan dengan dilatasi cervix dan kemudian melanjut selama beberapa jam sesudah pengeluaran fetus.Progerteron yg rendah, kemudian estrogen yg meningkat menyebakan hilangnya hambatan teerhadap kontraksi dari myometrium dan membuatnya lebih aktif terhadap agenagen yang sifatnya merangsang. Kontraksi uterus yg mengeluarkan fetus dan plasenta ( Hary, 2009 ).
Kontraksi awal uterus mungkin disebabkan oleh PGF2a ketika dilepas dari endometrium dengan naiknya estrogen. Kontraksi awal ini lemah, ireguler, terjadi kira2 dengan interval 15 menit Ketika fetus terdorong ke dalam cervix rangsangan syaraf sensoris menyebabkan pelepasan oxytoxin dari hipofisis posterior.
Meningkatnya pelepasan oxytocin ini disertai oleh pelepasan PGF2a yg lebih besar. Oxytoxin bekerja langsung pada myometrium atau secara tidak langsung lewat rangsangan pelepasan PGF2a yang lebih besar, menyebabkan kontraksi uterus akan lebih kuat, lebih ritmik dan lebih frekuen PGF2a dan Oxytoxin mencapai puncak selama pelepasan fetus
Mortalitas fetus disebabkan oleh anoxia mungkin faktor lain yang menyebabkan kontraksi labih kuat mendekati berakhirnya stadium ketika fetus dikeluarkan. Ketika uterus berkontraksi menyebabkan berkurangnya aliran darah ke fetus, suplai oksigen menipis, yang menyebabkan meningkatnya aktivitas yang terkait dengan anoxia. Gerakan mekanik dari fetus yang mendorong ke arah kontraksi uterus menyebabkan kontraksi lebih kuat.
Sesaat seblum pengeluaran fetus, kontraksi uetrus menjadi reguler, kuat dan frekuen, yang terjadi kira2 dengan interval 2 menit yang berlangsung selama kira2 1 menit. Kontraksi otot abdomen akan membantu akhir pengeluaran fetus.
Sesudah pengeluaran fetus kontraksi uterus berkurang. Pengurangan ini akan menlanjut selama 1-2 hari. Kontraksi yg kontinyu bertanggung jawab untuk pengeluaran membran plasenta maupun cairan dan fragmen-fragmen jaringan plasenta yang masih tinggal dalam uterus. Lonjakan oxytosin kedua terkait dengan pengeluaran plasenta ( Murti, 2009 ).
Lama kebuntingan
Hewan
Hari
Hewan
Hari
Kuda
340
Gajah
90
Lembu
284
Unta
52
Babi
116
Kerbau
46
Keledai
365
Kera
30
Kambing
154
Domba
21-22
Kelinci
30
Marmut
8-9
Anjing
60
Kucing
65
( Mukayat, 1994)
Gangguan
Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus (Anonim, 1978). Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan
Camphylobacteriosis
Camphylobacteriosis yang disebabkan oleh Camphylobakter foetus veneralis (dahulu disebut Vibrio fetus veneralis) adalah salah satu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan. Umumnya ditemukan kematian embrio dini atau abortus pada bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Toelihere, 1985).
Aspergillosis
Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun, akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).
Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).
Gangguan ovulasi dapat berupa ovulasi tertunda, anovulasi dan sista folikuler.
Ovulasi tertunda (Delayed ovulation)
Ovulasi tertunda merupakan salah satu penyebab infertilitas. Kejadian ini dapat menyebebkan perkawinan atau IB tidak tepat waktu sehingga fertilisasi tidak terjadi dan akhirnya kegagalan kebuntingan. Penyebab ovulasi tertunda bisa karena rendahnya kadar LH dalam darah atau karena diperpanjangnya masa folikuler. Diagnosis dapat dilakukan secara per rektal folikelnya yaitu 24-36 jam setelah estrus berakhir. Gejala yang tampak pada kasus ini adalah terjadinya kawin berulang. Terapi dapat dilakukan dengan injesi GnRH (100-250 mikrogram Gonadorelin) saat IB atau pemberian hCG( Admin, 2008 ).
Sista Ovaria
Ovaria dikatakan sistik bila mengandung satu atau lebih struktur yang berisi cairan dan lebih besar dibanding folikel yang masak. Adanya sista tersebut menyebabkan folikel de graf tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi dan atresia atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan memetap paling sedikit 10 hari ( Admin, 2008 ).
Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau nimfomania. Sista ovaria merupakan salah satu penyebab infertilitas. Faktor predeposisinya adalah herediter dan diet. Penyebab sista ovaria adalah gangguan ovulasi dan endokrin. Terapinya dapat dengan LH/HCG, GnRH, PGF2α ( Admin, 2008 ).
Berdasarkan kejadiannya sista ovaria dibagi menjadi sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
Anovulasi
Sering dikaitkan dengan true anestrus, namun estrus dapat terjadi tetapi folikel mengalami regresi atau atresia. Juga sering terjadi pada sapi setelah partus, dimana ada aktivitas ovarium yang ditandai dengan adanya estrus namun lemah karena folikel tidak berkembang secara maksimum dan hilang (anestrus) karena folikel mengalami regresi. Tidak berkembangnya folikel sampai masak dan tidak terjadinya ovulasi mungkin disebabkan karena rendahnya kadar hormone FSH dan LH. Kadang folikel tidak regresi dan mencapai ukuran 2-2,5 cm, tapi dindingnya mengalami luteinisasi sehingga mirip dengan korpus luteum atau folikel berkembang menjadi folikel de graf tetapi gagal ovulasi karena gangguan pelepasan hormone gonadotropin. Gejala klinis dalam kasus ini adanya estrus kembali setelah perkawinan atau adanya kawin berulang. Pada pemeriksaan per rectal terhadap ovarium teraba rounded atau halus, tidak ada fluktuasi, solid seperti korpus luteum. Terapi menggunakan HCG atau GnRH ( Admin, 2008 ).
Epizootic Bovine Abortion (EBA)
Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006).
Parasit
Epizootic Bovine Abortion (EBA)
Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).
Bakteri yang menyebabkan pregnancy loss jarang sekali dilaporkan terjadi pada kucing. Contohnya pada kasus distokia dan stillbirth pada anak kucing biasanya disebabkan karena adanya asosiasi antara kondisi lingkungan dengan kontaminasi dari Salmonella typhimurium, yang berasal dari pakan kasar untuk semua kucing di tempatnya [31]. Kemudian pada kasus yang lain, percobaan dengan menggunakan infeksi dari Bartonella henselae akan menyebabkan terjadinya sub-fertilitas pada induk kucing, akan tetapi bakteri tidak menular lewat kopulasi, tranplasenta atau lewat colostrum dan susu ( Jogjavet, 2009 ).
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM Press
Partodiharjo, Soebardi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Wildan, Yatim. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito
Mukayat, Djarubito. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta :Erlangga
Wiwi, Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius
Yosemite.2009.http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklob6.html
HaryMurtiLastiko.2009.http://akar-bambu.blogspot.com/2009/01/proses-partus-pada-domba.html
Jogjavet.2009.http://jogjavet.wordpress.com/2008/03/18/kebuntingan-pada-kucing/
Kamis, 25 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
keren prend, hahahahahah
BalasHapus